Jumat, 30 Mei 2014

Kutipan Para Paus dan Kardinal Tentang Keutamaan Bahasa Latin Dalam Gereja Katolik




 

"Misa Latin Tradisional tidak berubah secara virtual sejak abad ke-3"
 John Henry Cardinal Newman, "Callistus

Gereja, tepatnya karena ia merangkul semua bangsa dan bertujuan untuk bertahan hingga akhir jaman.... secara kodratnya membutuhkan sebuah bahasa yang universal, abadi dan non-vernakular
 Paus Pius XI, Officiorum Omnium, 1922

Hari dimana Gereja meninggalkan lidah universalnya [Latin] adalah hari sebelum ia [Gereja] kembali ke dalam Katakombe
Paus Pius XII

Penggunaan Bahasa Latin yang berlaku di sebagian besar Gereja mengusahakan secara sekaligus tanda persatuan yang menentukan dan penjaga efektif melawan korupsi doktrin sejati
Paus Pius XII, Mediator Dei, 1947, Bag. 60

Latin adalah bahasa abadi dari Gereja Barat
Paus Yohanes XXIII

Gereja Katolik memiliki martabat yang jauh melebihi setiap komunitas manusia, karena ia [Gereja] didirikan oleh Kristus Tuhan kita, Hal ini sama sekali cocok, bahwa, bahasa yang digunakannya seharusnya mulia, megah, dan non-vernakular
--Paus Yohanes XXIII, Veterum Sapientia, 22 Februari 1962


Kami juga, didorong oleh alasan-alasan yang paling meyakinkan….. sangat bertujuan untuk secara penuh mengembalikan Bahasa ini [Latin] pada posisi kehormatan dan untuk melakukan segala sesuatu yang Kami bisa untuk mempromosikan pembelajaran dan penggunaannya. Penggunaan Bahasa Latin akhir-akhir ini ditentang di beberapa tempat, dan banyak yang bertanya apakah pemikiran Takhta Apostolik dalam masalah ini. Kami telah memutuskan untuk mengeluarkan arahan tepat waktu yang terkandung dalam dokumen ini, untuk memastikan bahwa pemakaian Bahasa Latin yang kuno dan berkesinambungan tetap dijaga, dan kalau perlu, dikembalikan.
Paus Yohanes XXIII, Veterum Sapientia, Bab. 13

22 Februari 1962


Penggunaan Bahasa Latin…. harus dipertahankan dalam ritus-ritus Latin
Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concilium
(Konstitusi tentang Liturgi Suci), para. 36.1


Sesuai dengan tradisi Latin sejak dahulu kala, Bahasa Latin harus dipertahankan oleh klerus dalam Ibadat Harian
Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concilium
(Konstitusi tentang Liturgi Suci)


Jika Gereja adalah tetap sebagai Gereja Katolik, sangat penting untuk menjaga Bahasa universal
Cardinal Heenan (1967)

Bahasa Latin  pasti layak untuk dipertahankan dengan perhatian yang besar daripada dicemooh; untuk Gereja Latin adalah sumber yang paling melimpah akan peradaban Kristiani dan harta kekayaan akan kesalehan…. Kami tidak harus memegang dalam kerendahan diri  tradisi-tradisi dari bapamu itu, yang merupakan kejayaanmu selama berabad-abad.
Pope Paul VI, Sacrificium Laudis, August 15, 1966, Epistle to Superiors General of Clerical Religious Institutes Bound to Choir, on the Celebration of the Divine Office in Latin

 Kami tidak dapat mengizinkan sesuatu yang dapat menyebabkan kejatuhanmu, yang dapat menjadi sumber dari kehilangan serius bagimu, dan dapat dengan pasti  menimpa Gereja Allah dengan penyakit dan kesedihan…. Gereja yang sama memberimu mandate untuk menjaga martabat tradisional, keindahan, dan daya tarik dari paduan suara, baik dalam bahasanya [Latin] dan kidung-kidungnya…. Taatilah perintah untuk mencintai dengan sungguh-sungguh kebiasaan kuno-mu.
Pope Paul VI, Sacrificium Laudis, August 15, 1966,

Epistle to Superiors General of Clerical Religious Institutes Bound to Choir, on the Celebration of the Divine Office in Latin


Kami mengalamatkan terutama kepada kaum muda. Dalam suatu masa ketika di beberapa daerah, seperti yang kamu tahu, dimana Bahasa Latin dan nilai-nilai manusia kurang diapresiasi, kamu harus menerima dengan sukacita warisan dari Bahasa yang Gereja angkat dalam penghargaan yang tinggi dan harus, dengan energy, untuk membuatnya berbuah. Kata-kata Cicero yang terkenal,” Sangat tidak istimewa untuk mengenal Latin, sama seperti sebuah aib untuk tidak mengenalnya” [Non tam praeclarum est scire Latine, quam turpe nescire (Brutus, xxxvii.140)] dalam beberapa hal ditujukan kepadamu. Kami mendorong kamu semua untuk mengangkat tinggi-tinggi obor Latin yang bahkan pada hari ini adalah sebuah ikatan persatuan diantara orang-orang dari berbagai bangsa.
Paus Yohanes Paulus II, 1978


Namun, ada juga beberapa orang yang, telah dididik dalam dasar liturgy lama dalam Bahasa Latin, mengalami kekurangan pengalaman akan Bahasa yang satu ini, yang mana telah menjadi ekspresi persatuan Gereja diseluruh dunia dan melalui karakternya yang bermartabat menimbulkan sebuah kesan yang mendalam akan Misteri Ekaristi. Oleh karena itu pentinglah untuk menunjukkan tidak hanya pemahaman tapi juga penghormatan yang penuh akan sentiment-sentimen dan keinginan-keinginan tersebut. Sejauh mungkin sentiment-sentimen dan keinginan-keinginan tersebut diakomodasi, seperti yang tersedia dalam disposisi yang baru. Gereha Roma  memiliki kewajiban khusus terhadap Bahasa Latin, Bahasa Romawi Kuno yang megah, dan ia [Gereja[ harus mewujudkannya ketika ada kesempatan
Paus Yohanes Paulus II, Dominicae Cenae

24 Februari, 1980, bag, 10



Sumber:
http://www.stpeterslist.com/7383/14-quotes-on-latin-in-the-church-by-sources-youd-might-not-expect/

Kutipan Singkat St. Sirilius dari Yerusalem Tentang Salib







Tentang Salib
Dia sungguh-sungguh disalibkan demi dosa-dosa kita. Jikalau kamu menyangkalnya, tempat ini akan menyanggahmu secara nampak, [tempat ini] Golgotha yang terberkati, [tempat] dimana kita sekarang berkumpul demi Dia yang disalibkan disini; dan sejak saat itu seluruh dunia telah terisi dengan potongan-potongan kayu Salib. Tetapi Dia tidak disalibkan karena "dosa-dosa"-Nya sendiri, melainkan agar kita dibebaskan dari dosa-dosa kita. Dan meskipun Dia sebagai seorang Manusia pada waktu itu dibenci oleh manusia, dan diterjang, Dia [tetap] diakui oleh ciptaan sebagai Allah; ketika matahari melihat Tuhannya ditolak, ia menjadi redup dan gemetar, tidak tahan [akan] penglihatan [ini]
~St. Sirilius dari Yerusalem
Catechetical Lecture of St. Cyril Of Jerusalem, Chapter X


Sumber dengan sedikit pengubahan:
http://www.newadvent.org/fathers/310104.htm

Kutipan Singkat St. Agustinus tentang Iman Akan Sesuatu Yang Tak Nampak

Ada orang-orang yang berpikir bahwa agama Kristen adalah sesuatu yang harus diberi senyuman daripada dipegang erat, untuk alasan ini, bahwa, di dalamnya, bukan apa yang mungkin terlihat itu nampak, namun manusia diberi iman akan hal-hal yang tidak terlihat. Oleh karena itu kami menyanggah mereka yang merasa bahwa diri mereka dalam kehati-hatian tidak bisa meyakini hal-hal yang tidak dapat mereka lihat. Meskipun kami tidak dapat memperlihatkan kepada penglihatan manusia hal-hal ilahi yang kita yakini, tapi kami dapat menunjukkan kepada pemikiran umat manusia bahwa hal-hal yang tidak terlihat itu harus menjadi sesuatu yang diyakini. Dan pertama-tama mereka harus diingatkan, (yang mana telah membuat segala sesuatunya tergantung kepada mata duniawi mereka, sehingga apapun yang tidak mereka lihat, maka tidak akan mereka yakini) berapa banyak hal-hal yang tidak mereka yakini tapi mereka ketahui, yang tidak bisa dilihat oleh mata. Belum lagi, iman kita yang mana kita yakini sendiri, atau pemikiran dimana kita mengetahui bahwa kita meyakini sesuatu, atau tidak, yang seperti itu luput dari penglihatan mata; sangat “telanjang”, sangat jelas, apa yang sangat pasti ada disana pada mata hati pikiran kita? Lalu bagaimana kita tidak meyakini sesuatu yang tidak kita lihat dengan mata tubuh, sementara, antara kita yakini, atau kita tidak yakini, dalam suatu kasus dimana kita tidak dapat menggunakan mata tubuh, yang tanpa keraguan kita lihat?
-    --St. Agustinus dari Hippo,
De fide rerum quæ non videntur, Chapter I


Sumber dengan sedikit pengubahan:
http://www.newadvent.org/fathers/1305.htm

Senin, 16 Januari 2012

Clement dari Alexandria

Clement dari Alexandria (Titus Flavius Clement) yang hidup kira-kira pada tahun 150 -- 215 adalah filsuf Kristen pertama dan salah satu guru yang paling terkenal di Gereja Alexandria (Church of Alexandria). Dia terkenal karena usahanya menyatukan filosofi Yunani dengan ajaran-ajaran Kristen dan menarik sejumlah besar penyembah berhala ke gereja. Semangatnya terhadap filosofi, khususnya pada ajaran-ajaran Plato, berperan besar dalam penyebaran agama Kristen di Yunani. Dari dulu hingga sekarang, ia dianggap sebagai tokoh yang sangat tidak ortodoks dan kontroversial dalam sejarah gereja.
Biografi
Titus Flavius Clement lahir kira-kira pada pertengahan abad ke-2. Beberapa ahli menyebut Athena sebagai tempat kelahirannya dan hal ini didukung dengan karakter klasik Yunani pada dirinya. Orang tuanya adalah pemuja berhala yang kaya dan memiliki beberapa kedudukan sosial. Clement pernah tinggal di Yunani, Italia, dan Palestina sebelum akhirnya menetap di Mesir. Saat mencari seorang guru rohani, dia datang kepada Pantaenus, kepala sekolah katekis di Alexandria, dan akhirnya meneruskannya menjadi direktur sekolah itu. Clement mengajarkan Injil dan doktrin Kristen kepada orang-orang yang akan baptis, mengundang orang-orang yang menyembah berhala dan petobat baru untuk mendengarkan ajarannya. Salah satu muridnya yang paling terkenal adalah Origen. Pada tahun 202, Kaisar Roma, Septimius Severus, mulai menganiaya orang-orang Kristen dengan lebih kejam dan menutup sekolah katekis di Alexandria, memaksa Clement untuk meninggalkan Asia Minor. Dia diyakini meninggal kira- kira sebelum tahun 215.
Karya Literatur
Karya trilogi yang mewakili ide-ide terpenting Clement adalah susunan Protreptikos (Exhortation to Conversion/Nasihat untuk Bertobat), Paidagogos (Moral Tutor/Ajaran Moral), dan Stromateis (Miscellany/Bunga Rampai). Dalam karya literaturnya yang berani, Clement berusaha memajukan kekristenan untuk orang-orang percaya dalam bentuk literatur sekuler tradisional. Ada kemajuan sistematis dalam tiga karya utama ini: yang pertama ditujukan kepada para penyembah berhala yang belum bertobat, yang kedua untuk orang-orang Kristen baru, dan yang ketiga orang-orang percaya yang sudah mencapai kedewasaan iman.
Protreptikos berbentuk suatu pendahuluan yang mengajak pembaca untuk mendengarkan, bukan mendengarkan legenda- legenda mistis tentang dewa-dewi, tetapi "lagu baru" tentang "Logos", awal dari segala sesuatu dan pencipta dunia. Dia mengungkapkan apa yang dia sebut kebodohan penyembahan berhala dan misteri-misteri penyembahan berhala, praktik-praktik homoseks orang- orang Yunani yang memalukan, dan horor korban persembahan kepada berhala. Dia berpendapat bahwa para filsuf dan penyair Yunani hanya menebak kebenaran, sedangkan para nabi memberikan jalan langsung pada keselamatan, dan kini Logos yang ilahi menyatakan secara langsung akan membangkitkan semua hal baik dalam jiwa seseorang dan membimbingnya menuju kekekalan.
Setelah hal-hal tersebut di atas menjadi dasar pengetahuan kebenaran yang sejati, dalam Paidagogos, Clement membangun etika kristen yang lebih sistematis. Dia berbicara tentang "paidagogos" atau tutor sebagai Logos ilahi yang menuntun orang- orang Kristen bahkan dalam kegiatan sehari-hari yang paling biasa sekalipun, seperti makan dan tidur. Seperti Stoic Epictetus, Clement percaya bahwa kebajikan yang sejati menunjukkan dirinya sendiri melalui bukti-bukti eksternal yang muncul dalam cara hidup orang- orang percaya yang alami, sederhana, dan moderat.
Stromateis berbicara lebih jauh lagi. Yang dituju adalah kesempurnaan hidup orang-orang Kristen dari awal hingga pengetahuan yang utuh. Stromateis berusaha, berdasarkan Alkitab dan tradisi, memberikan penjelasan iman Kristen yang bisa menjawab segala tuntutan orang-orang terpelajar dan memimpin para pelajar ke dalam realita terdalam keyakinannya. Clement memberinya judul Stromateis karena karya ini berhubungan dengan berbagai macam hal. Dia bermaksud membuat satu buku saja sebenarnya, tetapi pada kenyataannya setidaknya ada tujuh buku yang dihasilkan, itu pun tidak semua subjek dipaparkan. Tidak adanya hal-hal tertentu yang telah dijanjikan telah mendorong para ahli untuk mempertanyakan apakah dia menulis buku kedelapan, dan berbagai usaha telah dilakukan untuk mengetahuinya, termasuk ditelitinya potongan- potongan pakta yang ada bersama jenazahnya. Kutipan-kutipan yang disangka buku kedelapan pada naskah Stromata abad ke-11 bukanlah bagian dari Hypotyposes yang ditulis oleh Clement.
Selain trilogi luar biasa itu, satu-satunya karya lengkap yang dirawat adalah traktat yang berjudul "Who is the Rich Man that Shall Be Saved?" (Siapakah Orang Kaya yang Akan Diselamatkan?). Traktat ini didasarkan pada Markus 10:17-31 dan memberikan prinsip bahwa bukan kekayaan mereka yang akan membuat mereka mendapatkan penghukuman, namun penyalahgunaan kekayaan itu. Ada juga beberapa penggalan traktat tentang "Passover" (perayaan Paskah kaum Yahudi), yang menentang posisi Quartodecimanism Melito of Sardis dan hanya satu bagian dari "Ecclesiastical Canon" yang menentang kaum Judaizer. Beberapa karya lain hanya diketahui judulnya saja.
Kontribusi Untuk Teologi Kristen
Kontribusi utama Clement bagi perkembangan doktrin gereja adalah usahanya untuk merekonsiliasi ajaran-ajaran Kristen dengan para filsuf Yunani kuno. Dia sendiri adalah sosok yang kompleks. Hal ini dapat dilihat saat ia menoleransi dan bahkan merangkul filosofi non-Kristen. Ini adalah sifat khas yang dimilikinya, bahwa dia hanya melihat permukaan dan ketidaksetujuan yang sifatnya sementara saja saat orang lain menemukan pertentangan yang mendasar. Clement bisa merekonsiliasi, dan bahkan menyatukan, pandangan-pandangan yang berbeda sampai kepada batas yang membuat upaya untuk menghubungkannya dengan sistem individual tertentu menjadi tidak mungkin dilakukan. Dia mengganti metode apologetik dengan metode konstruktif atau sistematik, mengubah tradisi gereja yang sederhana menjadi teologi dogmatik yang ilmiah.
Pada masa Clement, banyak orang menganggap bahwa filosofi adalah ciptaan Iblis. Yang lain memandang para filsuf sebagai orang yang tidak normal, dan Clement sendiri mengatakan bahwa para filsuf berutang banyak pengetahuan terhadap tulisan- tulisan dalam Perjanjian Lama. Namun, dia mengatakan, "bahwa filosofi pada dasarnya adalah tuntunan Allah" (Stromateis i, I). Clement melihat filosofi Yunani bukan sebagai sesuatu yang tidak relevan atau bertentangan dengan kekristenan, tetapi sebagai suatu tahap awal pewahyuan kebenaran Tuhan untuk umat manusia melalui Logos yang terus berlangsung. Seperti hukum Musa yang merupakan "paidagogos" bagi orang-orang Yahudi yang menyiapkan mereka untuk menerima Mesias, Clement percaya bahwa Tuhan juga menggunakan filosofi untuk menginformasikan orang-orang Yunani dan akhirnya memimpin mereka kepada kepenuhan kebenaran di dalam Kristus. Pewahyuan yang diberikan melalui hukum dan nabi-nabi pada masa Perjanjian Lama, apalagi pewahyuan langsung dari inkarnasi Logos dalam Kristus Yesus, jauh melebihi pengetahuan Yunani kuno.

Namun, Clement tidak menerima semua sekolah filosofi Yunani; dia mencela kaum Sophist dan Hedonist dari sekolah sekolah Epicurus. Meski umumnya sikapnya menunjukkan ketidaksetujuannya dengan segala hal yang berkaitan dengan Stoicisme, dia dengan jelas menaruh hormat pada perpaduan Stoicisme dan Platonisme yang mengarakterisasi pemikiran religius dan etis para golongan terpelajar pada masanya. Dalam ekspresi etisnya, dia sangat dipengaruhi oleh Plato dan Stoic (sebuah sekolah filosofi) dan banyak menggunakan terminologi mereka. Clement memuji Plato karena menegaskan tujuan utama manusia dalam hidup adalah menjadi serupa dengan Tuhan. Dia melihat deskripsi Plato tentang Tuhan yang transenden dan tidak berwujud adalah akurat dan sesuai dengan Alkitab. Pengajarannya juga melibatkan etika bersikap Stoic, penekanan keinginan, dan pemenuhan kewajiban moral, dan deskripsinya tentang Gnostic yang sempurna sangat mirip dengan definisi Stoic tentang manusia yang bijaksana. Clement menasihati murid-muridnya untuk membuang rantai kedagingan sejauh mungkin, agar hidup seolah- olah di luar tubuh, dan dengan demikian, semakin meninggalkan hal- hal duniawi. Dia adalah orang Yunani sejati dalam bersikap, namun sikap idealnya yang tertinggi adalah pembekuan segala kasih yang mungkin saja menganggu jiwa dalam kariernya. Clement merangkul cita- cita etis-religius yang tinggi ini sebagai keberhasilan dari kesempurnaan manusia dalam kesatuannya dengan Tuhan -- yang filosofi Yunani, sejak zaman Plato, sudah upayakan -- dan menghubungkannya dengan kekristenan dan tradisi gereja. Baginya, masuk akal bila kesimpulan filosofis orang-orang Yunani sangat mirip dengan keyahudian mereka. Dia percaya, semua manusia diberkati oleh Tuhan dengan "pikiran untuk berbagi" -- suatu intuisi alami yang mencari kebenaran dan kebajikan. Tuhan juga menyatakan kebenaran-Nya kepada semua orang dari segala zaman melalui pewahyuan ilahi.
Clement juga menekankan kepentingan permanen filosofi bagi kepenuhan pengetahuan Kristen. Dengan sukacita, dia menjelaskan hubungan antara pengetahuan dan iman, dan dia dengan tajam mengkritik mereka yang tidak mau memanfaatkan filosofi. Dia menjelaskan pentingnya pemahaman rohani yang lebih tinggi, atau "gnosis", yang dengan jelas dia bedakan dari "gnosis" yang ditegaskan oleh Gnostic. Dia mengajarkan bahwa iman adalah dasar dari segala pengetahuan dan keduanya itu diberikan kepada manusia oleh Kristus. Seperti Plato, Clement memandang dunia sebagai suatu organisme utuh yang kemudian dapat dilihat oleh manusia. Pengetahuan yang lebih besar akan Tuhan dan dunia memungkinkan orang-orang percaya untuk benar-benar memahami apa yang dia percayai, dan inilah kesempurnaan iman. Untuk mencapai "pengetahuan iman" ini, yang jauh lebih tinggi dari filosofi "iman perkiraan", benar-benar diperlukan. Bahkan, Clement menganggap kekristenan sebagai filosofi yang benar dan Kristen yang sempurna adalah "Gnostic" yang sejati. Termasuk dalam filosofi yang benar ini adalah kebebasan dari dosa dan pencapaian kebajikan. Karena semua dosa berakar dari ketidaktaatan, maka pengetahuan akan Tuhan dan kebaikan diikuti oleh tindakan yang baik. Dia menolak konsep Gnostic tentang predestinasi mutlak dan perbedaan antara orang "psychic" (mental) dan "pneumatic" (jiwa). Dia percaya pada kebebasan untuk melakukan hal-hal baik -- bahwa semua orang ditakdirkan untuk sempurna bila mereka mau melakukannya.
Clement memahami gnosis Kristen ini sebagai karya Logos, yang melaluinya hubungan Tuhan dengan dunia dan pewahyuan-Nya dipelihara. Dia memandang Tuhan secara transenden sebagai suatu Makhluk yang utuh. Meski kebaikan-Nya beroperasi dalam penciptaan bumi, esensi keilahian-Nya kekal, cukup, dan mampu menanggung penderitaan. Logos adalah yang paling dekat dengan Bapa, yang kekuatan-Nya berasal dari Diri-Nya sendiri, tetapi baik Anak maupun Roh Kudus adalah "kuasa yang pertama diciptakan". Mereka adalah tahap-tahap yang tertinggi dalam skala makhluk cerdas, dan Clement membedakan Logos-Anak dari Logos yang keberadaannya di dalam Tuhan adalah kekal, dan ini menjadi dasar tindakan Photius yang "menurunkan Anak dalam deretan mahkluk ciptaan". Logos terpisah dari dunia sebagai prinsip penciptaan dan penuntun. Jadi, hidup yang alami adalah hidup seturut kehendak Logos. Deskripsi Clement tentang inkarnasi agak bersifat Docetic meski ia menolak Gnostic Docetism. Dia mengatakan bahwa Tubuh Kristus bukanlah subjek bagi kebutuhan manusia. Kristus adalah Dokter yang baik, dan obat yang Dia berikan adalah menyampaikan gnosis yang menyelamatkan, yang membawa manusia dari penyembahan berhala menuju kepada iman dan dari iman ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
Bagi Clement, cara untuk bersatu dengan Allah hanyalah melalui gereja. Penyampaian gnosis diikat oleh ordo kudus, yang memberikan cahaya dan kehidupan yang ilahi, dan iman sederhana dari orang Kristen yang sudah dibaptis berisi seluruh inti pengetahuan tertinggi. Melalui Ekaristi, orang-orang percaya disatukan dengan Logos dan Roh Kudus dan mencetak orang-orang yang jujur. Meskipun Clement pada awalnya memberikan konsep rohani yang masih murni tentang gereja, urgensi kontroversinya dengan Gnostic memaksanya untuk lebih menekankan gereja sebagai institusi resmi.
Suatu kutipan dari "Mar Saba letter", yang dipertalikan dengann Clement dari Alexandria, adalah satu-satunya bukti kemungkinan adanya "Secret Gospel of Mark" (Injil Rahasia Markus).
Beberapa teolog dan pengurus gereja pada masa selanjutnya menentang pandangan-pandangan Clement. Meski hari peringatannya secara tradisional diperingati pada 4 Desember, Paus Clement VIII menghapus nama Clement dari martirologi Roma karena tulisan-tulisannya yang tidak ortodoks
(sumber: http://biokristi.sabda.org)

Aurelius Agustinus

Ia merupakan seorang bapa gereja yang pandangan-pandangan teologianya sangat berpengaruh dalam Gereja Barat. Dilahirkan di Tagaste, Afrika Utara, tidak jauh dari Hippo Regius pada 13 Nopember 354. Ayahnya bernama Patricius, seorang kafir dan ibunya bernama Monica, seorang ibu yang saleh dan yang penuh kasih. Augustinus lama menjadi anggota katekumen, namun tidak bersedia untuk segera menerima sakramen baptisan. Ia memulai pendidikannya di kota kelahirannya, Tagaste, kemudian belajar retorika dan filsafat di Kartago, ibukota provinsi Afrika Utara. Setelah belajar di Kartago, Augustinus kembali ke kota kelahirannya dan di sana ia menjadi guru retorika. Pada tahun 372 ia pindah ke Kartago dan menjadi guru retorika di sana.

Augustinus mengalami pergumulan yang hebat, yaitu keinginannya untuk mencari kebenaran yang sejati yang memberikan kepadanya suatu kedamaian hidup. Seluruh perjuangannya dalam mencari kebenaran tersebut diuraikannya dalam bukunya yang berjudul Confessiones (Pengakuan-Pengakuan). Kira-kira tahun 373 ia membaca buku Hortensius, karangan Cicero, yang membawanya menjadi seorang pengikut Platonisme. Namun, Platonisme tidak memberikan kepadanya kedamaian sehingga ia berpindah lagi menjadi pengikut Manikheisme. Sementara itu, Augustinus memelihara seorang wanita dan dari wanita ini lahir seorang anak laki-laki yang diberinya nama, Adeodatus. Hubungannya dengan wanita ini berlangsung selama lima belas tahun lamanya.
Ibunya, Monica, sangat sedih karena kelakuan anaknya itu. Ia senantiasa berdoa dengan bercucuran air mata agar anaknya ini bertobat dari jalan yang sesat itu. Monica berkali-kali mengunjungi uskupnya untuk meminta nasihatnya. Sang uskup menghibur Monica dengan kata-kata, "Anak yang didoakan dengan banyak air mata, mustahil ia binasa."
Tahun 382, Augustinus berangkat ke Roma. Di sini ia membuka sekolah retorika, namun sekolahnya itu dipindahkan ke Milano. Di Milano ia meninggalkan Manikheisme dan berpindah sebagai seorang pengikut Neo-Platonisme. Kemudian ibunya juga datang ke Milano.
Augustinus sama sekali tidak tertarik kepada Alkitab. la menganggap bahasa yang dipergunakan oleh Alkitab sangat kasar dan rendah mutunya. Banyak hal-hal yang tidak masuk akal dan aneh.
Di Milano terdapat seorang uskup yang sangat cakap dalam berkhotbah dengan mempergunakan bahasa yang menarik hati. Uskup itu adalah Ambrosius. Augustinus ingin berkenalan dengan sang uskup dan sering masuk gereja untuk mendengarkan khotbah-khotbahnya. Dari khotbah-khotbah Ambrosius, Augustinus kini melihat keindahan dalam Kitab Suci. Ia kini menemukan jawaban-jawaban yang memuaskan hatinya.
Pada tahun 386 Augustinus sedang duduk dalam taman di rumahnya. Tiba-tiba ia mendengar suara anak kecil yang sedang bermain di taman mengatakan, "Ambillah dan bacalah!" Suara hatinya mengatakan bahwa yang disuruh ambil dan baca tidak lain daripada Alkitab. Ia mengambil dan membukanya. Augustinus membaca Roma 13:13-14, "Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya." Augustinus yakin bahwa itulah suara Roh Kudus sehingga ia mengalami pertobatan. Menjelang Augustinus dibaptis, pada hari Minggu Paskah 387 di Milano, ia bersama ibunya, Adeodatus, dengan beberapa sahabatnya bersemedi di Cassaciacum, dekat Milano. Ibunya sangat bergembira dengan pertobatan anaknya itu. Maka Augustinus pun dibaptis oleh Uskup Ambrosius bersama-sama dengan anaknya, Adeodatus, dan beserta dengan sahabatnya, Alypius, dan Evodius.
Sesudah pertobatan dan baptisannya, Augustinus memutuskan hubungannya dengan dunia. Harta miliknya dijualnya dan dibagi-bagikannya kepada orang-orang miskin. Ia ingin melayani Kristus sampai dengan ajalnya.
Kemudian Augustinus bersama-sama anak dan ibunya bersiap-siap untuk kembali ke Afrika. Sayang ibunya meninggal dunia di kota pelabuhan Ostia sementara menunggu kapal yang akan membawa mereka ke negerinya. Augustinus menguburkan ibu kekasihnya di Ostia sesuai dengan permintaan Monica menjelang kematiannya, sebagai berikut. "Kuburkanlah aku di mana saja dan janganlah dirimu susah karenanya; hanya satu perkara aku mohon, yaitu doakanlah aku di altar Allah di mana pun engkau berada". Augustinus bersama Adeodatus berserta kedua temannya berangkat ke Tagaste.
Cita-cita Augustinus sekarang adalah hidup sebagai seorang biarawan. Tahun 388 ia bersama dengan Alypius dan Evodius membentuk suatu semibiara di Tagaste. Anaknya, Adeodatus, meninggal dunia di Tagaste pada tahun 390.
Pada tahun 391 Augustinus berkunjung ke Hippo Regius. Umat di Hippo Regius meminta agar Augustinus ditahbiskan menjadi presbiter untuk membantu Uskup Valerius yang sulit berkhotbah dalam bahasa Latin. Tahun 396 Uskup Valerius meninggal dan Augustinus ditahbiskan sebagai uskup Hippo Regius pengganti Valerius. Cita-citanya untuk hidup dengan damai dalam biara terpaksa ditinggalkannya. Ia menjadi uskup Hippo Regius sampai dengan meninggalnya pada 28 Agustus 430, ketika suku-suku bangsa Vandal mengepung kota Hippo Regius.
Augustinus adalah seorang teolog besar dalam sejarah gereja. Ia adalah murid Paulus. Ia banyak menulis yang di dalamnya kita dapat menimba pandangan teologianya. Ia juga seorang yang dikenal sebagai penentang penyesat-penyesat yang gigih. Perlawanannya dengan Donatisme menyebabkan ia menguraikan pandangannya tentang gereja dan sakramen. Baginya, gereja bukanlah persekutuan yang inklusif, yaitu yang hanya terdiri dari orang-orang suci. Gereja adalah kudus pada dirinya sendiri dan bukan karena kekudusan (kesucian) anggota-anggotanya. Di dalam gereja terdapat orang-orang yang baik dan orang-orang yang jahat. Di luar gereja juga terdapat pula orang-orang yang baik. Tampaknya Augustinus berpendapat bahwa orang-orang baik yang berada di luar gereja akan menjadi anggota gereja sebelum mereka meninggal.
Mengenai sakramen, Augustinus berpendapat bahwa sahnya sakramen bukanlah bergantung kepada kesucian orang yang melayankan sakramen tetapi bergantung kepada Kristus sendiri. Pelayan sakramen hanyalah alat dari Kristus. Itulah sebabnya, maka Augustinus menerima sakramen baptisan yang dilaksanakan oleh golongan yang memisahkan diri sebagai sakramen yang sah. Jikalau ada orang Donatisme yang kembali kepada gereja yang resmi, mereka tidak perlu dibaptiskan kembali.
Dalam perlawanannya dengan ajaran Pelagius, ia melahirkan pandangan teologianya tentang kehendak bebas, dosa turunan, dan rahmat. Ia mengajarkan bahwa manusia diciptakan Tuhan Allah dengan karunia-karunia adikodrati. Karunia-karunia ini hilang pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa. Kehendak bebas hilang dan Adam serta keturunannya takluk di bawah dosa. Manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Manusia hanya dapat diselamatkan karena rahmat Allah semata-mata. Sesudah Adam jatuh ke dalam dosa, seluruh manusia berada dalam keadaan tidak mungkin tidak berdosa. Allah akan memilih orang-orang yang akan menerima karunia-Nya. Nampaknya di sini Augustinus mengajarkan ajaran predestinasi, ajaran yang kemudian dikembangkan oleh Calvin abad ke-16 dan Jansen pada abad ke-18.
Sepanjang hidupnya Augustinus banyak menulis. Tulisannya yang berjudul Confessiones ditulisnya sebelum tahun 400. Di dalamnya diceritakan riwayat hidup sampai pertobatannya. Karya besarnya yang lain adalah De Civitate Dei (Kota Allah) dan De Trinitate (Trinitas). De Civitate Dei terdiri dari 22 buku. Sepuluh buku pertama menguraikan tentang iman Kristen. Dua belas buku berikutnya menguraikan tentang perjuangan kota Allah (Civitas Dei) dengan kota dunia (Civitas Terrena). Kota Allah akan mengalahkan kota dunia. Yang dimaksudkan dengan Kota Allah adalah gereja dan Kota Dunia adalah kerajaan-kerajaan dunia ini, khususnya kekaisaran Roma. De Trinitate terdiri dari lima belas buku. Sebagian besar merupakan kumpulan surat-surat, khotbah-khotbah, dan suatu kumpulan dialog filosofis. Tidak lama sebelum kematiannya ia menerbitkan bukunya yang berjudul Retractations, di mana ia meninjau kembali karya literernya.
 (sumber http://biokristi.sabda.org)

Siapakah Para Bapa Gereja itu?

Para Bapa Gereja Awal adalah murid-murid dari Keduabelas Rasul. Murid dari Murid dari Murid Para Rasul. Singkatnya, mereka adalah Pemimpin Kristen Awal yang bertanggung jawab atas Gereja setelah kematian Keduabelas Rasul.

Mereka tidak hanya diajari secara langsung oleh Keduabelas Rasul, Mereka juga Saksi Mata langsung terciptanya Gereja di seluruh dunia. Kebanyakan, jika tidak semua, mereka menjadi martir, dengan cara disalib, dipenggal, dijadikan makanan Singa di Colloseum Roma, direbus dalam minyak atau dikuliti hidup-hidup. Mereka yang pertama kali dikuatkan oleh Roh Kudus (Yohanes 16:13 dan 1Yohanes 4:6) dan merekalah juga yang meneruskan ajaran lisan Yesus Kristus, sebelum Kanon Perjanjian Baru dibuat oleh Gereja Katolik pada akhir abad ke-4 pada Konsili Roma, Hippo, dan Kartago.

Bapa Gereja yang paling awal, St. Clement bahkan tercatat dalam Alkitab di Filipi 4:3. Tidak ada satupun dari para Bapa Gereja Awal yang berdiri dan berceramah dengan mengandalkan diri mereka sendiri. Mereka mengikuti Model Alkitabiah "diutus" (Roma 10:15). Siapa yang mengutus mereka? Yesuslah yang mengutus Keduabelas Rasul [Seperti Bapa telah mengutus Aku, maka Aku mengutus kamu]. Kedua belas Rasul Kristus kemudian meletakkan tangan kepada orang lain lalu mengutus mereka (Kisah Para Rasul 6:6). Tradisi Apostolik ini telah berjalan selama 2000 tahun oleh Gereja Katolik yang terus-menerus meletakkan tangan-tangan kepada setiap murid-murid baru dalam setiap generasi sejak Yesus berjalan di atas Bumi, dan kemudian mengutus mereka ke empat penjuru mata angin bumi untuk menyebarkan Kabar Baik Yesus Kristus, untuk mengampuni dosa dalam namaNya, dan untuk membawa Yesus yang hadir dalam Ekaristi kepada kita semua. Kita sebagai manusia abad ke-21, berutang rasa syukur kepada para Bapa Gereja Awal tersebut, sebab mereka telah melalui kematian yang mengerikan demi menjaga dan meneruskan Firman Tuhan kepada kita sekarang.

Sumber: http://www.catholicbible101.com/theearlychurchfathers.htm
Dengan sedikit pengubahan